Selasa, 19 April 2011

Secangkir Kopi


Dalam sebuah acara reuni, beberapa alumni menjumpai guru sekolah  mereka dulu. Melihat para alumni tersebut ramai-ramai membicarakan kesuksesan mereka, guru tersebut segera ke dapur dan mengambil seteko kopi panas dan beberapa cangkir kopi yang berbeda-beda. Mulai dari cangkir yang terbuat dari kristal, kaca, melamin dan plastik. Guru tersebut menyuruh para alumni untuk mengambil cangkir & mengisinya dengan kopi.

Setelah masing-masing alumni sudah mengisi cangkirnya dengan kopi, guru berkata, "Perhatikanlah bahwa Kita semua memilih cangkir yang bagus dan kini yang tersisa hanyalah cangkir yang murah dan tidak menarik.

Memilih hal yang terbaik adalah wajar & manusiawi. Namun persoalannya, ketika kita tidak mendapatkan cangkir yang bagus perasaan Kita mulai terganggu.
Kita secara otomatis melihat cangkir yang dipegang orang lain & mulai membandingkannya. Pikiran kita terfokus pada cangkir, padahal yang Kita nikmati bukanlah cangkirnya melainkan kopinya.
"Hidup kita seperti kopi dalam analogi tsb di atas, sedangkan cangkirnya adalah pekerjaan, jabatan, dan harta benda yang kita miliki. Pesan moralnya, jangan pernah membiarkan cangkir mempengaruhi kopi yang kita nikmati. Cangkir bukanlah yang utama, kualitas kopi itulah yang terpenting.

Jangan berpikir bahwa kekayaan yang melimpah, karier yang bagus & pekerjaan yang mapan merupakan jaminan kebahagian. Itu konsep yang sangat keliru. Kualitas hidup kita ditentukan oleh "Apa yang ada di dalam" bukan "Apa yang kelihatan dari luar". Apa gunanya kita memiliki segalanya, namun kita tidak pernah merasakan damai, sukacita, dan kebahagian di dalam kehidupan kita? Itu sangat menyedihkan, karena itu sama seperti kita menikmati kopi basi yang disajikan di sebuah cangkir kristal yang mewah dan mahal.

"Kunci menikmati kopi bukanlah seberapa bagus cangkirnya, tetapi seberapa bagus kualitas kopinya."

Selamat menikmati secangkir kopi...kehidupan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar